Persoalan-persoalan ekonomi selalu muncul dari penggunaan sumberdaya
yang langka untuk memuaskan keinginan manusia yang tak terbatas dalam
upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Akibat kelangkaan, maka terjadi
perebutan untuk menguasai sumberdaya yang langka tersebut. Perebutan
menjadi penguasa atas sumber daya yang langka bisa menimbulkan
persengketaan antar pelaku ekonomi bahkan bisa memicu perang baik antar
daerah maupun antar negara.
Pemanfaatan sumber daya yang terbatas menyebabkan perlunya suatu
perangkat hukum yang dapat mengatur agar semua pihak yang berkepentingan
mendapat perlakuan yang adil (win-win solution) dan agar tidak terjadi
perselisihan diantara pelaku ekonomi. Fungsi hukum salah satunya adalah
mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek.
Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya.
Kegiatan ekonomi sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga
perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan
kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi
keadilan bagi para pelaku ekonomi. Hukum atau peraturan perekonomian
yang berlaku disetiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda
tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa
tersebut.
Hukum tertinggi yang mengatur mengenai perekonomian di Indonesia terdapat dalam pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
(2) Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Dari pasal 33 tersebut bahwa perekonomian yang disusun sebagai usaha
bersama yang berdasarkan asas kekeluargaan-lah yang diamanatkan UUD
kita. Koperasi adalah salah satu bentuk dari amanat pasal 33 ayat 1.
Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 menyebutkan bahwa negara menguasai
cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang
banyak dan juga bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BUMN (Badan
Usaha Milik Negara) adalah salah satu dari pelaksanaan pasal tersebut
dimana terdapat PT. Pertamina, PT. Aneka Tambang, PT Pertani, PT Pupuk
Kaltim, PT Pertani dan lain-lain. Dalam era privatisasi yang pada
mulanya dilakukan untuk efisiensi dan terbukanya modal asing yang masuk
ke Indonesia perlu diwaspadai agar jangan sampai cabang- cabang
produksi yang penting dan kekayaan alam yang ada di Indonesia menjadi
milik asing dan hanya memperoleh sedikit keuntungan atau royalti dan
jangan sampai Indonesia hanya sebagai penonton di negeri sendiri.
Peranan hukum disini adalah untuk melindungi kepentingan negara perlu
dibuat agar dapat terwujud bangsa yang sejahtera dan menjadi tuan di
negeri sendiri.
Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu memegang amanat UUD 1945
(amandemen) pasal 27 ayat (2) yang berisi : “Tiap-tiap warga Negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Negara juga memiliki kewajiban untuk mensejahteraan rakyatnya, sehingga
perekonomian harus dapat mensejahterakan seluruh rakyat, sementara fakir
miskin dan anak yang terlantar juga perlu dipelihara oleh Negara.
Sementara yang memang tidak dapat berdaya seperti orang sakit, cacat
perlu diberi jaminan sosial (Pasal 34 UUD 1945). Tugas negara ini dalam
kondisi sekarang tidaklah mudah dimana kemampuan keuangan pemerintah
sendiri juga terbatas. Konsep perekonomian yang baik perlu dilaksanakan.
Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global sehingga Indonesia
pun tidak terlepas dari hukum internasional termasuk yang menyangkut
ekonomi. Tetapi walaupun demikian, kita juga harus bersikap kritis dan
memperjuangkan hak bagi kesejahteraan Negara kita, karena tidak semua
kebijakan ekonomi tersebut dapat diterapkan dan kalaupun diterapkan
harus ada penyesuaian dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Aspek hukum yang mengatur perekonomian Indonesia sudah diamanatkan
dalam UUD 1945 yang sudah empat kali diamandemen, namun baru tahun 1982
ada sebuah penelitian yang dilakukan mengenai Hukum Ekonomi Indonesia.
Penelitian ini dilakukan oleh Universitas Padjajaran Bandung yang di
pimpin oleh DR. C.F.G Sunaryati Hartono, S.H, yang diterbitkan dalam
bentuk buku dengan judul Hukum Ekonomi Indonesia. Dalam buku tersebut
Hukum Ekonomi Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu Hukum Ekonomi
Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial (Soedijana, Yohanes, Setyardi,
2008).
Hukum Ekonomi Pembangunan adalah pengaturan dan pemikiran hukum
mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi
(peningkatan produksi) secara nasional dan berencana. Hukum Ekonomi
Pembangunan meliputi bidang-bidang pertanahan, bentuk-bentuk usaha,
penanaman modal asing, kredit dan bantuan luar negeri, perkreditan dalam
negeri perbankan, paten, asuransi, impor ekspor, pertambangan,
perburuhan, perumahan, pengangkutan dan perjanjian internasional. Hukum
Ekonomi Sosial adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara
pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata,
sesuai dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia
(distribusi yang adil dan merata). Hukum Ekonomi Sosial meliputi bidang
obat-obatan, kesehatan dan keluarga berencana, perumahan, bencana alam,
transmigrasi, pertanian, bentuk-bentuk perusahaan rakyat, bantuan dan
pendidikan bagi pengusaha kecil, perburuhan, pendidikan, penderita
cacat, orang-orang miskin dan orang tua serta pensiunan (Soedijana,
Yohanes, Setyardi, 2008).
Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku di setiap kelompok
sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang
berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut. Sehingga aspek hukum
harus dibuat berdasarkan tingkat kepentingan yang muncul pada suatu
masyarakat di suatu wilayah, untuk itulah perlu dibuat aspek hukum yang
sejalan dengan kebijakan otonomi daerah dalam kerangka pemerataan
kesejahteraan nasional.
Pelaksanaan hukum ekonomi sendiri perlu terus diawasi sehingga tidak
menimbulkan distorsi tetapi justru dapat meningkatkan perekonomian itu
sendiri. Seperti contoh : Otonomi daerah yang bila dilaksanakan dengan
baik dapat memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk
berinovasi bagi kesejahteraan daerahnya bukan untuk menonjolkan sisi
kedaerahannya masing-masing. Komitmen dan institusi pengawasan yang baik
juga perlu dikembangkan agar penegakan hukum dapat berlaku baik bagi
masyarakat maupun aparat hukum itu sendiri.
Sumber:
http://www.bappenas.go.id/blog/?p=97
Tidak ada komentar:
Posting Komentar