Ada beberapa permasalahan yang menyebabkan wajib pajak dalam
menghtung pajak menggunakan metode gross up, antara lain pihak penerima
penghasilan menginginkan nilai yang diterimanya adalah nilai bersih,
bisa juga terjadi karena wajib pajak memberikan fasilitas kepada
karyawannya dengan tunjangan PPh yang sama besarnya dengan PPh Pasal 21
terutang.
Namun diluar permasalahan tersebut sebenarnya ada pengaruh ke
pencatatan akuntasi dan perpajakannya. Kenapa begitu ? dengan
menggunakan metode gross up secara sengaja atau tidak sengaja sebenarnya
muncul akun baru atau akun bayangan yakni tunjangan PPh, karena bisa
jadi biaya ini sebenarnya tidak ada atau ada namun nilainya tidak
sebesar menggunakan metode gross up. Hal ini timbul karena sesuai
ketentuan perpajakan pajak penghasilan tidak dapat dibiayakan/dibebankan
(Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh No. 36 tahun 2008) . Dengan kondisi
ini maka perhitungan pajak yang digross up akan memperbesar biaya yang
dibebankan oleh perusahaan, ilustrasinya sebagai berikut :
PT A membayar seorang tenaga ahli berNPWP sebesar Rp 100.000.000,00
maka jika tanpa metode gross up PT A cukup membayar Rp 97.500.000,00
kepada tenaga ahli dan menyetorkan pajak yang dipotong sebesar Rp
2.500.000,00 namun jika menggunakan metode gross up maka yang dibayarkan
ke tenaga ahli penuh sebesar Rp 100.000.000,00 selain itu perusahaan
juga menyetorkan PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong sebesar Rp
2.941.176,00 sehingga secara akuntansi biaya tenaga ahli bertambah dari
seharusnya Rp 100.000.000,00 menjadi Rp 105.882.353,00
Untuk itu sebaiknya menurut saya metode gross up tidak digunakan
karena pengeluaran kas perusahaan menjadi lebih tinggi dari seharusnya
dan otomatis mempengaruhi performa perusahaan karena laba perusahaan
menjadi terkoreksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar